Saturday, 27 May 2017

24 Jam Mengajar Demi Sertifikasi Guru

Perjuangan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari untuk menyejahterakan guru patut diapresiasi. Sejumlah predikat dan penghargaan di dunia pendidikan yang diraih adalah bonus atas jerih payahnya. Tujuan utamanya tetap meningkatkan kualitas pendidikan.
KETUA DPD Partai Golkar Kaltim ini berjuang keras mencari celah untuk mengeluarkan guru dari keterpurukan. Salah satunya, memperjuangkan tunjangan sertifikasi guru di pelosok yang sempat hilang karena kurangnya jam mengajar.
Tak sedikit regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat dianggap mengesampingkan kondisi di daerah. Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan target 24 jam mengajar sebagai syarat pengajuan tunjangan sertifikasi guru.
Regulasi tersebut seolah menutup kesempatan para pendidik yang mengajar di pelosok, lantaran jumlah rombongan belajar (rombel) yang terbatas.
Di bawah kepemimpinan Rita Widyasari, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar pun diminta gigih mencari solusi agar para pendidik di pelosok tak lagi terpojok atas regulasi tersebut.
Jadi, bisa tetap menerima tunjangan sertifikasi sebagaimana selayaknya. Contoh nyata di Anggana, salah satu kecamatan di Kukar yang memiliki pulau-pulau kecil di sekitarnya. Lantaran memiliki ladang minyak dan gas bumi (migas) Blok Mahakam, Anggana pernah disebut-sebut sebagai salah satu kecamatan terkaya di Indonesia.
Mereka yang rela mengajar di pelosok di Desa Anggana, terpaksa harus merelakan kesempatan meraih tunjangan sertifikasi.
Sebenarnya dalam kebijakan daerah, Pemkab Kukar sudah memberikan porsi tunjangan lebih besar dibanding mereka yang bertugas di perkotaan.
Banyak konsekuensi yang harus dirasakan para guru yang bertugas di pelosok seperti Anggana. Misalnya, meski mendapat nilai yang tinggi dalam uji kompetensi guru (UKG), mereka yang mengajar di pelosok Kukar, mesti mengajar 24 jam selama sepekan. Hal itu sebagai syarat mutlak mengajukan tunjangan sertifikasi. Sebenarnya, ada kebijakan lain, yaitu dengan memenuhi jam mengajar di sekolah lain yang terdekat.
Kebijakan itulah yang dianggap tak memihak pada guru yang bertugas di pelosok. Bagaimana mereka ingin menambah jam mengajar di sekolah lain, sedangkan sekolah terdekat jaraknya hingga puluhan kilometer, ditambah dengan infrastuktur transportasi yang belum memadai.


Lihat saja di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, yang masuk kawasan kepulauan. Untuk menuju pusat kecamatan saja memerlukan ongkos hingga ratusan ribu dengan menggunakan speed boat ditambah waktu perjalanan berjam-jam. Nasib serupa juga dirasakan guru-guru yang berada di kecamatan lain, bahkan di banyak daerah di Tanah Air.
Intinya, saya ingin guru di Kukar sejahtera. Bagaimanapun caranya. Kita yang diberi amanah saat ini, harus menjalankan sebaik-baiknya. Terutama dalam mengembalikan hak-hak guru untuk sejahtera dengan asas berkeadilan. Makanya salah satu slogan saya Hak Rakyat Untuk Sejahtera atau disingkat HARUS,” kata Rita.
Dia sempat beranggapan, bersedianya seorang guru untuk mengajar di daerah terpencil membuat kesempatan mendapatkan tunjangan sertifikasi menjadi tertutup. Padahal, berdasar Permendiknas 41/2007 tentang standar dan proses mengajar, maka guru tak hanya dituntut mengejar jumlah rombel. Melainkan, proses dan cara pengajaran yang inovatif dan kreatif sehingga mudah dipahami oleh siswa. Namun, indikator ini sepertinya tak masuk. Lantaran guru hanya dituntut mengejar target jumlah jam mengajar, tanpa memerhatikan kualitas mengajar. Peran sekolah untuk memberikan reward terhadap guru pun tidak lebih besar dari pengawasan melalui aplikasi data pokok pendidikan (Dapodik) terkait target mengajar.
“Disdik saya minta memperjuangkan hal ini. Supaya di pusat juga tahu bagaimana kondisi luasnya Kukar. Supaya regulasi juga memihak,” ujarnya.
Getolnya perjuangan Pemkab Kukar melalui Disdikbud, ditambah lagi meningkatnya keluhan para guru di pelosok Kukar, rupanya sampai juga ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kemendikbud agaknya mulai khawatir jika jumlah guru yang mengajar di pelosok nantinya ramai-ramai ingin pindah ke kota. Gambaran ini memang disampaikan pihak Pemkab Kukar melalui Disdikbud kepada pemerintah pusat. Kementerian akhirnya menjadikan Kukar sebagai salah satu daerah yang dikaji secara khusus. Hal tersebut untuk mencari solusi agar target 24 jam mengajar bukan menjadi satu-satunya indikator persyaratan mendapatkan tunjangan sertifikasi. Jadi, pengabdian guru yang mengajar di pelosok juga dihargai.


Hingga akhirnya, 27 Juni 2016 lalu Kepala Pusat Penelitian Kebijakan, Kemendikbud, Hendarman pun bertandang ke Kukar. Pengkajian yang diusulkan Disdik Kukar dimulai dengan menyebar kuisioner dan mendengarkan paparan pihak Disdik Kukar, terkait persoalan yang jadi momok. Selain Kukar, ada sejumlah daerah lain yang memiliki kondisi geografis yang unik.
Kukar ini akan jadi sampel untuk dikaji. Karena memang wilayahnya luas sekali,” ujar Hendarman saat itu.
Terkait akan dikeluarkannya aturan baru, yang menyebutkan regulasi seputar daerah khusus di Kukar, hal tersebut menurutnya tidak menutup kemungkinan terjadi. “Makanya akan di cari solusi yang paling tepat nanti,” tambahnya.
Makanya, kata Rita, supaya tidak terkesan mengada-ada, pemkab juga sudah mengajak kementerian untuk mengunjungi sekolah-sekolah di kawasan pelosok. “Silakan (kementerian) langsung saja dicek kondisinya,” ujar Rita.
Belakangan, protes Kukar yang juga dikomandoi oleh Wiyono (kadisdik saat itu) dan Tulus Sutopo (kabid Dikmen, Disdikbud Kukar), terhadap aturan itu akhirnya direspons Kemendikbud. Kementerian akhirnya mengubah pola pengajuan tunjangan sertifikasi, dengan menerapkan aturan baru untuk guru. Yaitu, bagi guru berstatus PNS atau bersertifikasi diwajibkan berada di sekolah selama delapan jam seperti PNS pada umumnya. Terutama bagi guru yang bertugas di sekolah di kawasan pinggiran dan pelosok.
Perjuangan Pemkab Kukar pada kepemimpinan Rita akhirnya membuahkan hasil. Jika sebelumnya ratusan guru di pelosok, terhambat pengajuan sertifikasinya, lantaran target mengajar 24 jam tak terpenuhi, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak 2016 memberikan kelonggaran. Persyaratan mengajar 24 jam pun dikesampingkan bagi guru yang bersedia ditempatkan di pelosok Kukar.
“Alhamdulillah, aturan baru ini akhirnya juga tidak hanya diberlakukan di Kukar, tapi juga berimbas secara nasional dan berlaku di seluruh Indonesia yang karakter wilayahnya sama. Guru di pelosok yang kurang jam mengajarnya, tetap bisa mengajukan tunjangan sertifikasi dengan persyaratan yang lebih mudah,” jelas Rita.

Berdasar data yang dihimpun Kaltim Post dari Disdikbud Kukar, kabupaten dengan APBD terbesar di Indonesia ini memiliki 1.081 sekolah dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Dengan perincian sekolah negeri 579 unit dan sekolah swasta terdapat 502 unit. Sedangkan jumlah guru seluruhnya berjumlah 13.800. Untuk yang berstatus PNS berjumlah 8.843 orang. Sedangkan tenaga harian lepas (THL) 4.957 orang.
Jumlah guru di tingkat SD yang sudah tersertifikasi sebanyak 3.628 guru, tingkat SMP sebanyak 1.117 guru, SMA sebanyak 461 guru dan SMK sebanyak 172 guru. Jumlah tersebut masih jauh tertinggal dengan jumlah guru di Kukar. Bahkan, ribuan guru di antaranya berstatus mengajar dengan pelajaran yang tidak linear sehingga sulit untuk mengejar persyaratan tunjangan sertifikasi. Selain itu, guru dengan kualifikasi berprestasi, tak sedikit yang tidak bisa mengajukan tunjangan sertifikasi karena aturan 24 jam mengajar.

Kukar, guru yang berstatus pegawai negeri sipil sebenarnya lebih beruntung dibanding daerah lain. Melalui regulasi peraturan bupati (perbup), pemkab memberikan pembeda jumlah tunjangan bagi pegawai yang bertugas di pelosok. Semakin jauh lokasi bertugas, semakin besar tunjangan yang diperoleh. Bagi pegawai yang bertugas di Kecamatan Tabang, jumlah tunjangan yang diterima bisa mencapai Rp 4 juta. Jumlah tersebut tentu saja menyesuaikan harga kebutuhan pokok yang berbeda jauh dengan harga di kota.
Sayangnya, dalam situasi APBD Kukar yang merosot, Pemkab Kukar melakukan penyesuaian kembali. Namun, tetap memprioritaskan kesejahteraan guru di pelosok.

Sumber prokal



0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes